Saturday, February 7, 2009

Thanks God! I'm a life....

Dearest Sahabat Super Indonesia,


Semoga Tuhan melimpahkan rahmat-Nya agar kita dapat berarti bagi saudara-saudara kita di dalam kehidupan yang panjang ini,

Sahabat,

Pernahkah kita bersyukur dengan apa yang sedang kita alami?
Apa kita baru bersyukur setelah apa yang kita alami?

Sewaktu SMA pernah saya mengalami penyakit kritis yang tidak ada jalan lain selain operasi. Dalam dua tahun bersama penyakit tsb sebelum operasi hidup saat itu terasa pendek, banyak hal negatif yang terlintas di pikiran karena penyakit saya ini. Apalagi setelah tahu leher saya akan di operasi. Dalam dua tahun sebelum operasi tsb sulit sekali berkonsentrasi dan fokus kepada tugas-tugas sekolah.

Dan pas waktunya, Thanks God! operasi berjalan lancar.

Pasca operasi serasa hidup baru lagi, hari-hari serasa terlalu indah untuk dilewatkan. Dan setelah mengalami kejadian tsb, mungkin tidak ada lagi masalah yang begitu berarti dalam hidup ini, karena saya sudah mengalami yang paling serius and I've been through the worst ...

Ya, saya bersyukur kepada Tuhan dengan kejadian tsb. Hidup serasa panjang dan lebih ringan untuk dijalani setelahnya.

Seperti halnya kisah Lance Armstrong yang hampir hilang nyawanya oleh kanker. Setelah lolos dari penyakitnya, dia berpikir untuk bagaimana menghargai hidup ini. Dan beberapa tahun kemudian ia menjuarai Tour de France tujuh kali.

Bersyukur dengan hal berat yang sedang kita alami akan lebih baik karena kita akan lebih ringan menjalani hidup ini.

Dan kita bersyukur juga dengan hal-hal ringan yang kita alami tanpa kita perlu mengalami hal serius yang orang lain rasakan, agar kita lebih ringan dalam menjalani hidup ini.

Saturday, January 17, 2009

Djogja





Dearest Sahabat yang mendamaikan,


Suatu saat di kota Djogja yang menentramkan, 14 tahun yang lalu. Seorang mahasiswa arsitektur sedang menikmati jalan-jalannya di kawasan Malioboro.


Dalam kesendiriannya menikmati hangatnya suasana sore Malioboro, langkahnya terhenti kepada seorang pelukis yang serius menyelesaikan lukisan indahnya. Setelah lama memperhatikan goresan kuas Pelukis, bertanyalah Si Pemuda ini "Mas, pekerjaan sehari-harinya melukis ya?" "Iya Dik.." Jawab Si Pelukis sambil tetap melukis. "Kalau lukisan sebesar dan serumit ini berapa lama selesainya Mas?" "Kurang dari satu minggu Dik.." Jawab Pelukis.

"Cepat sekali ya...?" Pikir Si Pemuda itu.

Karena dia pernah melukis juga dan menurutnya melukis itu suatu hal yang tidak dapat dipaksakan... tergantung sekali dengan keinginan hati untuk memulai melukis.


Maka Si Pemuda kembali bertanya lagi "Mas bukankah melukis itu tergantung saat kita mau dan saat mood kita lagi bagus, resepnya apa Mas bisa tetap menjaga mood-nya itu?" "Ah ya nggak juga Dik, saya juga kadang tidak mood. Tapi saat tidak mood saya tetap melukis, hanya lebih lambat saja."


Hm.. menarik juga statement Pelukis ini, gumam Si Pemuda. Karena sebetulnya dia sama juga dengan orang lain yang bakatnya terpendam, bedanya Si Pelukis ini tetap melukis meskipun dalam kondisi tidak mood, sehingga dia menjadi seorang pelukis dan lukisannya banyak menghasilkan karya kreatif dan dinikmati banyak orang.


Sambil berjalan menikmati lukisan yang dipajang di etalase. Iseng-iseng Si Pemuda ini menanyakan harga lukisan dan ada satu lukisan yang harganya lima kali lipat dari lukisan lain padahal lukisan tsb kalau dilihat sepintas lalu sangat sederhana dan tidak rumit. Menurut penjualnya, pelukisnya sudah banyak sekali menghasilkan lukisan dan pengalamannya sudah tidak diragukan lagi, terlihat dari goresan matangnya dan kombinasi warna yang dirangkai indah sekali.

Si Pemuda teringat Pelukis muda yang tetap melukis tadi meskipun tidak mood. Bahwa semakin banyak waktu yang kita "wajibkan" untuk tekun melakukan sesuatu walau tidak dalam top form kita, kualitas akan semakin meningkat dari "jam terbang ketekunan" yang kita paksakan.


Sunday, January 4, 2009

Kepingan Moment Kehidupan


Dear Sahabat yang baik,


Tak terasa tahun 2008 telah berganti, tak terasa pula waktu yang telah kita lalui berlalu begitu saja. Semoga para Sahabat mendapatkan secercah keinginan dari tahun 2008 yang telah dikehendaki-Nya. Semoga juga kepingan dari rencana besar kehidupan kita dapat terwujud walau sebagian di 2008.


Sahabat,


Terkadang kita berpikir bahwa hidup ini terlalu indah untuk dilupakan, kadang pula kita berpikir bahwa hidup ini terlalu pahit untuk dikenang.


Semuanya mempunyai suatu tujuan yang akan kita ketahui saat kita sadar setelah menjalaninya, sesuatu itu buruk atau baik... Only God knows.


Seringkali kita lupa akan indah dan buruknya kehidupan ini yang pernah kita lalui. Karena sesungguhnya hidup ini bagaikan sebuah rentetan moment atau kejadian yang membuat kita hebat atau sebaliknya.


Betapa indahnya kehidupan ini jika kita dapat mengabadikannya setiap moment dalam kehidupan kita, banyak cerita orang yang SUKSES hidupnya dimulai dari NOL bahkan MINUS, namun seringkali itu semua hanyalah sebuah cerita yang hanya dapat dikisahkan pelakunya?


Iya,


Karena saat Orang-Orang SUKSES merintis dari NOL, jarang sekali yang menyadari bahwa perjalanannya saat dibawah itu adalah bagian dari anak tangga KEBERHASILANNYA nanti.


So,


Mungkin bagi kita yang merasa masih merenda keberhasilan kehidupan yang penuh dengan moment. Alangkah baiknya jika kita mampu tersenyum dalam setiap moment kehidupan yang kita diabadikan. Kita mampu tersenyum didepan rumah sangat sederhana pertama yang kita angsur. Kita mampu tersenyum di depan motor tua yang menemani perjalanan kita ke kantor.... Untuk suatu saat nanti dapat kita kenang kepada anak cucu kita bahwa ini adalah anak tangga yang kakek syukuri.
Because the gift of life is life it self .




Wednesday, October 8, 2008

Mak Nyuuuss... Pokok'e Top Markotop

Sahabat Yth,

Berikut petikan dari tanggapan presenter Wisata Kuliner yang tentu saja tidak asing bagi kita semua yang terkenal dengan 'tag line' Mak Nyuuu..ss dan Top Markotop ini. Artikel ini saya angkat bukan karena saya sama-sama dibesarkan di kota Semarang sama dengan Mas Bondan Winarno, juga bukan karena saya sama-sama penggemar makanan enak, hehehe...

Tapi menurut saya tanggapan Beliau ini penting untuk kita renungkan saat kita dalam posisi ingin mengkritik sesuatu hal, apakah kita sudah betul-betul mengerti tentang hal yang kita critic tsb dan bagaimana cara mengemukakan komentar kita tanpa menyakiti perasaan orang yang kita komentari tsb. Berikut tanggapannya:

Pertanyaan:
Mengapa semua makanan yang Anda cicipi selalu diberi komentar "enak"? Tulisnya lebih lanjut: "Sebagai pakar kuliner, Anda tentunya bisa scrutinized makanan yang dicicipi dari segala sisi, sehingga tidak sekadar berkata ‘mmm … enaaak’?"

Jawaban Mas Bondan:
Kalau hanya sekadar berbantah, mudah sekali menjawabnya. Pertama, kenyataannya memang tidak semua makanan saya puji sebagai enak. Ada beberapa yang secara ringan saya beri catatan, misalnya, "bisa lebih bagus" atau "tidak jelek". Kedua, lha saya memang bukan pakar kuliner, kok. Paling banter, sebutan yang pantas saya sandang adalah "tukang makan". Sebagai tukang, pastilah saya memiliki keterampilan (skill) dan kompetensi yang cukup. Ketiga, dan ini yang paling penting, rumah makan dan warung yang kami pilih dalam Wisata Kuliner telah memenuhi kriteria tertentu dan bahkan telah disurvei sebelumnya. Mosok kami memilih rumah makan yang masakannya tidak enak untuk ditampilkan? Tetapi, intinya, baik saya pribadi maupun format acara Wisata Kuliner itu tidaklah diposisikan sebagai food critic, melainkan sebagai food promotor. Urusan saya maupun Wisata Kuliner bukanlah untuk mencari kelemahan dan keburukan dari suatu masakan atau sajian, melainkan menemukan nilai-nilai unik untuk membuat orang lain merasa berkeinginan dan berkepentingan mencicipinya juga.Secara pribadi saya tidak punya keberanian untuk mengeritik makanan karena saya memang tidak punya kredensial untuk melakukannya. Saya tidak punya pendidikan formal sebagai seorang chef profesional. Saya hanyalah tukang masak rekreasional. Kalau menjadi food critic saya tentu akan sering berhadapan dengan orang yang menuduh saya "sok pinter".

Tetapi, sebagai food promotor pun ada job hazard-nya sendiri. Tidak jarang saya dibilang "kejam" oleh pembaca Jalansutra yang air liurnya menetes-netes di atas keyboard komputer karena membaca tentang gudeg ceker di Margoyudan, Solo, yang dimakan dinihari dengan bubur lemu (bubur nasi yang dimasak dengan santan).

Tidak perlu diperdebatkan. Seperti Anda juga, saya pun penggemar makanan enak. Tetapi, saya punya toleransi lebih tinggi terhadap makanan yang kurang enak. Ini ada ceritanya! Di masa kecil saya dulu, saya selalu kebagian tugas membantu Ibu di dapur bila ada jamuan makan di rumah. Padahal, jamuan makan di rumah cukup sering terjadi, antara lain karena Ibu ikut berbagai arisan. Saya tahu bahwa mengupas kulit kacang tanah bukanlah pekerjaan mudah, dan sering membuat kulit ujung jari melepuh. Saya tahu bahwa menumbuk beras menjadi tepung adalah kerja keras. Dapur yang panas karena empat tungku arang menyala sekaligus, bukanlah tempat untuk berlena-lena.

Dari pengalaman itu, saya menyadari bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang punya maksud dan keinginan untuk membuat makanan yang tidak enak. Setuju? Karena itu, kalau ada makanan yang tidak enak, pastilah itu karena "kecelakaan". Atas dasar itu, saya tidak bisa menjadi "raja tega" untuk mengeritik makanan. Kalaupun bumbunya kurang pas, saya mencoba mengapresiasi elemen lain dari sajian itu, sehingga tetap merasa thankful terhadap makanan yang tersaji.

Friday, October 3, 2008

Sang Penari


Ada seorang gadis muda yang sangat suka menari. Kepandaiannya menari sangat menonjol dibanding dengan rekan-rekannya, sehingga dia seringkali menjadi juara di berbagai perlombaan yang diadakan. Dia berpikir, dengan apa yang dimilikinya saat ini, suatu saat apabila dewasa nanti dia ingin menjadi penari kelas dunia. Dia membayangkan dirinya menari di Rusia, Cina, Amerika, Jepang, serta ditonton oleh ribuan orang yang memberi tepukan kepadanya.
Suatu hari, dikotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari yang berasal dari luar negeri. Pakar ini sangatlah hebat, dan dari tangan dinginnya telah banyak dilahirkan penari-penari kelas dunia. Gadis muda ini ingin sekali menari dan menunjukkan kebolehannya di depan sang pakar tersebut, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan menjadi muridnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil menjumpai sang pakar di belakang panggung, seusai sebuah pagelaran tari. Si gadis muda bertanya "Pak, saya ingin sekali menjadi penari kelas dunia. Apakah anda punya waktu sejenak, untuk menilai saya menari? Saya ingin tahu pendapat anda tentang tarian saya". "Oke, menarilah di depan saya selama 10 menit", jawab sang pakar. Belum lagi 10 menit berlalu, sang pakar berdiri dari kursinya, lalu berlalu meninggalkan si gadis muda begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun. Betapa hancur si gadis muda melihat sikap sang pakar. Si gadis langsung berlari keluar. Pulang kerumah, dia langsung menangis tersedu-sedu. Dia menjadi benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata tarian yang selama ini dia bangga-banggakan tidak ada apa-apanya di hadapan sang pakar. Kemudian dia ambil sepatu tarinya, dan dia lemparkan ke dalam gudang. Sejak saat itu, dia bersumpah tidak pernah akan menari lagi.

Puluhan tahun berlalu. Sang gadis muda kini telah menjadi ibu dengan tiga orang anak. Suaminya telah meninggal. Dan untuk menghidupi keluarganya, dia bekerja menjadi pelayan dari sebuah toko di sudut jalan. Suatu hari, ada sebuah pagelaran tari yang diadakan di kota itu. Nampak sang pakar berada di antara para menari muda di belakang panggung. Sang pakar nampak tua, dengan rambutnya yang sudah putih. Si ibu muda dengan tiga anaknya juga datang ke pagelaran tari tersebut. Seusai acara, ibu ini membawa ketiga anaknya ke belakang panggung mencari sang pakar, dan memperkenalkan ketiga anaknya kepada sang pakar. Sang pakar masih mengenali ibu muda ini, dan kemudian mereka bercerita secara akrab. Si ibu bertanya, "Pak, ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati saya. Ini tentang penampilan saya sewaktu menari di hadapan anda bertahun-tahun yang silam. Sebegitu jelekkah penampilan saya saat itu, sehingga anda langsung pergi meninggalkan saya begitu saja, tanpa mengatakan sepatah katapun?""Oh ya, saya ingat peristiwanya. Terus terang, saya belum pernah melihat tarian seindah yang kamu lakukan waktu itu. Saya rasa kamu akan menjadi penari kelas dunia. Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-tiba berhenti dari dunia tari" jawab sang pakar. Si ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar. "Ini tidak adil", seru si ibu muda. "Sikap anda telah mencuri semua impian saya. Kalau memang tarian saya bagus, mengapa anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menari beberapa menit. Anda seharusnya memuji saya, dan bukan mengacuhkan saya begitu saja. Mestinya saya bisa menjadi penari kelas dunia. Bukan hanya menjadi pelayan toko!" Si pakar menjawab lagi dengan tenang "Tidak .... Tidak, saya rasa saya telah berbuat dengan benar. Anda tidak harus minum anggur satu barel untuk membuktikan anggur itu enak. Demikian juga saya. Saya tidak harus menonton anda 10 menit untuk membuktikan tarian anda bagus. Malam itu saya juga sangat lelah setelah pertunjukkan. Maka sejenak saya tinggalkan Anda, untuk mengambil kartu nama saya, dan berharap anda mau menghubungi saya lagi keesokan hari. Tapi anda sudah pergi ketika saya keluar.
Dan satu hal yang perlu anda camkan, bahwa anda mestinya fokus pada impian anda, bukan pada ucapan atau tindakan saya. Lalu pujian? Kamu mengharapkan pujian? Ah, waktu itu kamu sedang bertumbuh. Pujian itu seperti pedang bermata dua. ada kalanya memotivasimu, bisa pula melemahkanmu. Dan faktanya saya melihat bahwa sebagian besar pujian yang diberikan pada saat seseorang sedang bertumbuh, hanya akan membuat dirinya puas dan pertumbuhannya berhenti. saya justru lebih suka mengacuhkanmu, agar hal itu bisa melecutmu bertumbuh lebih cepat lagi. Lagipula, pujian itu sepantasnya datang dari keinginan saya sendiri. Tidak pantas anda meminta pujian dari orang lain". "Anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah sepele. Seandainya Anda pada waktu itu tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap menari, mungkin hari ini anda sudah menjadi penari kelas dunia.

MUNGKIN ANDA SAKIT HATI PADA WAKTU ITU, TAPI SAKIT HATI ANDA AKAN CEPAT HILANG BEGITU ANDA BERLATIH KEMBALI. TAPI SAKIT HATI KARENA PENYESALAN ANDA HARI INI TIDAK AKAN PERNAH BISA HILANG SELAMA- LAMANYA ...".

~ Anonymous

Saturday, September 27, 2008

Santai Sejenak...

Perbedaan Yoi, Iya dan O begitu ya

Turis amerika yang sedang belajar Bahasa Indonesia sedang bingung, mengapa orang Indonesia jika menjawab pertanyaan itu beda-beda seperti: yoi, iya, dan O begitu ya.

Lalu, ia bertanya kepada seorang pejabat, "Bagaimana cara membedakan yoi, iya, dan O begitu ya?"

Kemudian pejabat itu menjawab, "Kalau yoi, orang tersebut tidak punya pendidikan, kalo iya, orang itu tamatan SMA, dan kalau O begitu ya, berarti ia sarjana."

" O begitu ya?", kata turis.

"Yoi!!", kata pejabat.




3 Vampir Beradu Kemampuan

Pada suatu hari 3 orang vampir lagi unjuk taring atas kehebatannya masing-masing dalam hal menghisap darah dan membunuh mangsa.
“kebetulan nih malem dingin banget, gue jadi laper neh” celetuk vampir pertama.
“gimana kalo kita adu kekuatan, sapa yang paling cepet ngisep darah” tanya vampir kedua..
“okeh…!!!”

“gue duluan” kata vampir pertama…
lalu…whuuusssss…vampir pertama melesat..gak lama, selang lima menit dia kembali lagi dengan muka penuh darah dan sambil berkata..”lo liat gak kota dibawah sono??”
“iya liat” kata vampir dua & tiga
“semua penduduknya udah pada tewas, gue isep darahnya”

aahh, belom seberapa, neh liat gue..dan vampir kedua pun melesat tajam..selang tiga menit, diapun kembali dengan wajah belepotan darah, sambil berkata…
“lo liat kampung dibawah sana ?? semua penduduknya dah pada tewas gue isep darahnya!!”

“aahh kecil, neh liat gue!!” vampir ketiga pun terbang melesat tajam… dan gak sampe satu menit dia udah kembali dengan darah diseluruh muka… dan dia berkata “lo liat tiang listrik dibawah sono??”

“iya..iya liat…”

“sialaaan..gue kagak liat!!!!#%$#?

Friday, September 26, 2008

Pendekar Pedang Sakti



Alkisah seorang Pendekar Pedang Sakti yang hidup pada jaman Dinasti di awal tahun masehi. Dikisahkan Sang Pendekar saat itu mempunyai banyak pedang yang dikoleksinya dari perjalanan petualangannya dari satu kota ke kota lain. Dia berburu pedang dengan kualitas material yang terbaik dari seluruh penjuru negeri untuk kemudian disempurnakan dan diukir nama Sang Pendekar Sakti tsb. Semakin lama namanya semakin dikenal di seluruh pelosok negeri karena kepiawaiannya menggunakan segala jenis pedang yang dipilihnya untuk menumpas kejahatan.

Dengan semakin banyaknya koleksi pedang dari Pendekar Sakti tsb, beberapa pedang mengeluhkan tentang nasibnya yang biasa-biasa saja dan merasa iri dengan pedang-pedang dari kerajaan yang berlapis emas bertatahkan berlian dan disimpan dengan mewah di istana, karena mereka merasa kondisinya biasa-biasa saja, selalu kekurangan dan iri dengan pedang-pedang mewah lain yang meskipun mewah namun meaningless.

Sahabat, tanpa kita sadari terkadang kita berpikir seperti pedang Sang Pendekar yang merasa biasa-biasa. Berpikir mengenai apa yang telah kita dapat secara kasat mata, just thinking of what we have got since we're start living...

Si Pedang tidak menyadari bahwa materialnya telah disempurnakan di tangan Sang Pendekar, Si Pedang tidak menyadari oleh siapa dia digunakan, Si Pedang tidak menyadari seberapa berartinya keberadaannya untuk kehidupan orang banyak. Seperti karakter seseorang yang telah berubah karena aura positif dari penggunanya namun they don't realized what their personality have become since they're start learning...