Wednesday, October 8, 2008

Mak Nyuuuss... Pokok'e Top Markotop

Sahabat Yth,

Berikut petikan dari tanggapan presenter Wisata Kuliner yang tentu saja tidak asing bagi kita semua yang terkenal dengan 'tag line' Mak Nyuuu..ss dan Top Markotop ini. Artikel ini saya angkat bukan karena saya sama-sama dibesarkan di kota Semarang sama dengan Mas Bondan Winarno, juga bukan karena saya sama-sama penggemar makanan enak, hehehe...

Tapi menurut saya tanggapan Beliau ini penting untuk kita renungkan saat kita dalam posisi ingin mengkritik sesuatu hal, apakah kita sudah betul-betul mengerti tentang hal yang kita critic tsb dan bagaimana cara mengemukakan komentar kita tanpa menyakiti perasaan orang yang kita komentari tsb. Berikut tanggapannya:

Pertanyaan:
Mengapa semua makanan yang Anda cicipi selalu diberi komentar "enak"? Tulisnya lebih lanjut: "Sebagai pakar kuliner, Anda tentunya bisa scrutinized makanan yang dicicipi dari segala sisi, sehingga tidak sekadar berkata ‘mmm … enaaak’?"

Jawaban Mas Bondan:
Kalau hanya sekadar berbantah, mudah sekali menjawabnya. Pertama, kenyataannya memang tidak semua makanan saya puji sebagai enak. Ada beberapa yang secara ringan saya beri catatan, misalnya, "bisa lebih bagus" atau "tidak jelek". Kedua, lha saya memang bukan pakar kuliner, kok. Paling banter, sebutan yang pantas saya sandang adalah "tukang makan". Sebagai tukang, pastilah saya memiliki keterampilan (skill) dan kompetensi yang cukup. Ketiga, dan ini yang paling penting, rumah makan dan warung yang kami pilih dalam Wisata Kuliner telah memenuhi kriteria tertentu dan bahkan telah disurvei sebelumnya. Mosok kami memilih rumah makan yang masakannya tidak enak untuk ditampilkan? Tetapi, intinya, baik saya pribadi maupun format acara Wisata Kuliner itu tidaklah diposisikan sebagai food critic, melainkan sebagai food promotor. Urusan saya maupun Wisata Kuliner bukanlah untuk mencari kelemahan dan keburukan dari suatu masakan atau sajian, melainkan menemukan nilai-nilai unik untuk membuat orang lain merasa berkeinginan dan berkepentingan mencicipinya juga.Secara pribadi saya tidak punya keberanian untuk mengeritik makanan karena saya memang tidak punya kredensial untuk melakukannya. Saya tidak punya pendidikan formal sebagai seorang chef profesional. Saya hanyalah tukang masak rekreasional. Kalau menjadi food critic saya tentu akan sering berhadapan dengan orang yang menuduh saya "sok pinter".

Tetapi, sebagai food promotor pun ada job hazard-nya sendiri. Tidak jarang saya dibilang "kejam" oleh pembaca Jalansutra yang air liurnya menetes-netes di atas keyboard komputer karena membaca tentang gudeg ceker di Margoyudan, Solo, yang dimakan dinihari dengan bubur lemu (bubur nasi yang dimasak dengan santan).

Tidak perlu diperdebatkan. Seperti Anda juga, saya pun penggemar makanan enak. Tetapi, saya punya toleransi lebih tinggi terhadap makanan yang kurang enak. Ini ada ceritanya! Di masa kecil saya dulu, saya selalu kebagian tugas membantu Ibu di dapur bila ada jamuan makan di rumah. Padahal, jamuan makan di rumah cukup sering terjadi, antara lain karena Ibu ikut berbagai arisan. Saya tahu bahwa mengupas kulit kacang tanah bukanlah pekerjaan mudah, dan sering membuat kulit ujung jari melepuh. Saya tahu bahwa menumbuk beras menjadi tepung adalah kerja keras. Dapur yang panas karena empat tungku arang menyala sekaligus, bukanlah tempat untuk berlena-lena.

Dari pengalaman itu, saya menyadari bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang punya maksud dan keinginan untuk membuat makanan yang tidak enak. Setuju? Karena itu, kalau ada makanan yang tidak enak, pastilah itu karena "kecelakaan". Atas dasar itu, saya tidak bisa menjadi "raja tega" untuk mengeritik makanan. Kalaupun bumbunya kurang pas, saya mencoba mengapresiasi elemen lain dari sajian itu, sehingga tetap merasa thankful terhadap makanan yang tersaji.

Friday, October 3, 2008

Sang Penari


Ada seorang gadis muda yang sangat suka menari. Kepandaiannya menari sangat menonjol dibanding dengan rekan-rekannya, sehingga dia seringkali menjadi juara di berbagai perlombaan yang diadakan. Dia berpikir, dengan apa yang dimilikinya saat ini, suatu saat apabila dewasa nanti dia ingin menjadi penari kelas dunia. Dia membayangkan dirinya menari di Rusia, Cina, Amerika, Jepang, serta ditonton oleh ribuan orang yang memberi tepukan kepadanya.
Suatu hari, dikotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari yang berasal dari luar negeri. Pakar ini sangatlah hebat, dan dari tangan dinginnya telah banyak dilahirkan penari-penari kelas dunia. Gadis muda ini ingin sekali menari dan menunjukkan kebolehannya di depan sang pakar tersebut, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan menjadi muridnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil menjumpai sang pakar di belakang panggung, seusai sebuah pagelaran tari. Si gadis muda bertanya "Pak, saya ingin sekali menjadi penari kelas dunia. Apakah anda punya waktu sejenak, untuk menilai saya menari? Saya ingin tahu pendapat anda tentang tarian saya". "Oke, menarilah di depan saya selama 10 menit", jawab sang pakar. Belum lagi 10 menit berlalu, sang pakar berdiri dari kursinya, lalu berlalu meninggalkan si gadis muda begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun. Betapa hancur si gadis muda melihat sikap sang pakar. Si gadis langsung berlari keluar. Pulang kerumah, dia langsung menangis tersedu-sedu. Dia menjadi benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata tarian yang selama ini dia bangga-banggakan tidak ada apa-apanya di hadapan sang pakar. Kemudian dia ambil sepatu tarinya, dan dia lemparkan ke dalam gudang. Sejak saat itu, dia bersumpah tidak pernah akan menari lagi.

Puluhan tahun berlalu. Sang gadis muda kini telah menjadi ibu dengan tiga orang anak. Suaminya telah meninggal. Dan untuk menghidupi keluarganya, dia bekerja menjadi pelayan dari sebuah toko di sudut jalan. Suatu hari, ada sebuah pagelaran tari yang diadakan di kota itu. Nampak sang pakar berada di antara para menari muda di belakang panggung. Sang pakar nampak tua, dengan rambutnya yang sudah putih. Si ibu muda dengan tiga anaknya juga datang ke pagelaran tari tersebut. Seusai acara, ibu ini membawa ketiga anaknya ke belakang panggung mencari sang pakar, dan memperkenalkan ketiga anaknya kepada sang pakar. Sang pakar masih mengenali ibu muda ini, dan kemudian mereka bercerita secara akrab. Si ibu bertanya, "Pak, ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati saya. Ini tentang penampilan saya sewaktu menari di hadapan anda bertahun-tahun yang silam. Sebegitu jelekkah penampilan saya saat itu, sehingga anda langsung pergi meninggalkan saya begitu saja, tanpa mengatakan sepatah katapun?""Oh ya, saya ingat peristiwanya. Terus terang, saya belum pernah melihat tarian seindah yang kamu lakukan waktu itu. Saya rasa kamu akan menjadi penari kelas dunia. Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-tiba berhenti dari dunia tari" jawab sang pakar. Si ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar. "Ini tidak adil", seru si ibu muda. "Sikap anda telah mencuri semua impian saya. Kalau memang tarian saya bagus, mengapa anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menari beberapa menit. Anda seharusnya memuji saya, dan bukan mengacuhkan saya begitu saja. Mestinya saya bisa menjadi penari kelas dunia. Bukan hanya menjadi pelayan toko!" Si pakar menjawab lagi dengan tenang "Tidak .... Tidak, saya rasa saya telah berbuat dengan benar. Anda tidak harus minum anggur satu barel untuk membuktikan anggur itu enak. Demikian juga saya. Saya tidak harus menonton anda 10 menit untuk membuktikan tarian anda bagus. Malam itu saya juga sangat lelah setelah pertunjukkan. Maka sejenak saya tinggalkan Anda, untuk mengambil kartu nama saya, dan berharap anda mau menghubungi saya lagi keesokan hari. Tapi anda sudah pergi ketika saya keluar.
Dan satu hal yang perlu anda camkan, bahwa anda mestinya fokus pada impian anda, bukan pada ucapan atau tindakan saya. Lalu pujian? Kamu mengharapkan pujian? Ah, waktu itu kamu sedang bertumbuh. Pujian itu seperti pedang bermata dua. ada kalanya memotivasimu, bisa pula melemahkanmu. Dan faktanya saya melihat bahwa sebagian besar pujian yang diberikan pada saat seseorang sedang bertumbuh, hanya akan membuat dirinya puas dan pertumbuhannya berhenti. saya justru lebih suka mengacuhkanmu, agar hal itu bisa melecutmu bertumbuh lebih cepat lagi. Lagipula, pujian itu sepantasnya datang dari keinginan saya sendiri. Tidak pantas anda meminta pujian dari orang lain". "Anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah sepele. Seandainya Anda pada waktu itu tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap menari, mungkin hari ini anda sudah menjadi penari kelas dunia.

MUNGKIN ANDA SAKIT HATI PADA WAKTU ITU, TAPI SAKIT HATI ANDA AKAN CEPAT HILANG BEGITU ANDA BERLATIH KEMBALI. TAPI SAKIT HATI KARENA PENYESALAN ANDA HARI INI TIDAK AKAN PERNAH BISA HILANG SELAMA- LAMANYA ...".

~ Anonymous

Saturday, September 27, 2008

Santai Sejenak...

Perbedaan Yoi, Iya dan O begitu ya

Turis amerika yang sedang belajar Bahasa Indonesia sedang bingung, mengapa orang Indonesia jika menjawab pertanyaan itu beda-beda seperti: yoi, iya, dan O begitu ya.

Lalu, ia bertanya kepada seorang pejabat, "Bagaimana cara membedakan yoi, iya, dan O begitu ya?"

Kemudian pejabat itu menjawab, "Kalau yoi, orang tersebut tidak punya pendidikan, kalo iya, orang itu tamatan SMA, dan kalau O begitu ya, berarti ia sarjana."

" O begitu ya?", kata turis.

"Yoi!!", kata pejabat.




3 Vampir Beradu Kemampuan

Pada suatu hari 3 orang vampir lagi unjuk taring atas kehebatannya masing-masing dalam hal menghisap darah dan membunuh mangsa.
“kebetulan nih malem dingin banget, gue jadi laper neh” celetuk vampir pertama.
“gimana kalo kita adu kekuatan, sapa yang paling cepet ngisep darah” tanya vampir kedua..
“okeh…!!!”

“gue duluan” kata vampir pertama…
lalu…whuuusssss…vampir pertama melesat..gak lama, selang lima menit dia kembali lagi dengan muka penuh darah dan sambil berkata..”lo liat gak kota dibawah sono??”
“iya liat” kata vampir dua & tiga
“semua penduduknya udah pada tewas, gue isep darahnya”

aahh, belom seberapa, neh liat gue..dan vampir kedua pun melesat tajam..selang tiga menit, diapun kembali dengan wajah belepotan darah, sambil berkata…
“lo liat kampung dibawah sana ?? semua penduduknya dah pada tewas gue isep darahnya!!”

“aahh kecil, neh liat gue!!” vampir ketiga pun terbang melesat tajam… dan gak sampe satu menit dia udah kembali dengan darah diseluruh muka… dan dia berkata “lo liat tiang listrik dibawah sono??”

“iya..iya liat…”

“sialaaan..gue kagak liat!!!!#%$#?

Friday, September 26, 2008

Pendekar Pedang Sakti



Alkisah seorang Pendekar Pedang Sakti yang hidup pada jaman Dinasti di awal tahun masehi. Dikisahkan Sang Pendekar saat itu mempunyai banyak pedang yang dikoleksinya dari perjalanan petualangannya dari satu kota ke kota lain. Dia berburu pedang dengan kualitas material yang terbaik dari seluruh penjuru negeri untuk kemudian disempurnakan dan diukir nama Sang Pendekar Sakti tsb. Semakin lama namanya semakin dikenal di seluruh pelosok negeri karena kepiawaiannya menggunakan segala jenis pedang yang dipilihnya untuk menumpas kejahatan.

Dengan semakin banyaknya koleksi pedang dari Pendekar Sakti tsb, beberapa pedang mengeluhkan tentang nasibnya yang biasa-biasa saja dan merasa iri dengan pedang-pedang dari kerajaan yang berlapis emas bertatahkan berlian dan disimpan dengan mewah di istana, karena mereka merasa kondisinya biasa-biasa saja, selalu kekurangan dan iri dengan pedang-pedang mewah lain yang meskipun mewah namun meaningless.

Sahabat, tanpa kita sadari terkadang kita berpikir seperti pedang Sang Pendekar yang merasa biasa-biasa. Berpikir mengenai apa yang telah kita dapat secara kasat mata, just thinking of what we have got since we're start living...

Si Pedang tidak menyadari bahwa materialnya telah disempurnakan di tangan Sang Pendekar, Si Pedang tidak menyadari oleh siapa dia digunakan, Si Pedang tidak menyadari seberapa berartinya keberadaannya untuk kehidupan orang banyak. Seperti karakter seseorang yang telah berubah karena aura positif dari penggunanya namun they don't realized what their personality have become since they're start learning...






Friday, July 25, 2008

Hati Seluas Samudera


Dahulu kala, hiduplah seorang guru yang terkenal bijaksana.

Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda dengan langkah lunglai dan rambut masai. Pemuda itu sepertinya tengah dirundung masalah. Tanpa membuang waktu, dia mengungkapkan keresahannya: impiannya gagal, karier, cinta, dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia. Sang Guru mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air.

Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok." Coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" pinta Sang Guru."Asin dan pahit, pahit sekali," jawab pemuda itu, sembari meludah ke tanah.

Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya berjalan ke tepi telaga di hutan dekat kediamannya. Kedua orang itu berjalan beriringan dalam kediaman. Sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Sang Guru lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sebilah kayu, diaduknya air telaga, membuat gelombang dan riak kecil. Setelah air telaga tenang, ia pun berkata, "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah". Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Sang Guru bertanya, "Bagaimana rasanya?" "Segar," sahut pemuda itu. "Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?" tanya Sang Guru."Tidak," jawab si anak muda.

Sang Guru menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk bersimpuh di tepi telaga. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tetapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita pakai. Kepahitan itu, selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita.

Jadi, saat kamu merasakan kepahitan atau kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan: Lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.

Luaskan cara pandang terhadap kehidupan. Kamu akan banyak belajar dari keluasan itu. Hatimu anakku, adalah wadah itu. Batinmu adalah tempat kamu menampung segalanya.

Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah hatimu seluas telaga yang mampu meredam setiap kepahitan.

"Hati seluas samudera!"

Wednesday, July 23, 2008

Family Man



Saya ingin bercerita sedikit tentang film lama yaitu "Family Man" yang dibintangi oleh Nicholas Cage.

Di film tsb diceritakan bahwa seorang CEO dari perusahaan international yang telah go public yang diperankan Nicholas Cage tiba-tiba terbangun di pagi hari di tengah-tengah keluarga biasa dan dia sebagai kepala keluarga dari keluarga tsb. Betapa terkejutnya dia saat mengetahui bahwa hidupnya berubah total dari seorang CEO yang sangat sibuk dan sangat penting peranannya dalam perusahaan menjadi hanya seorang salesman yang tidak begitu dikenal.

Namun, dengan kemauan dan kemampuan yang memang sebetulnya "emas" yang berada pada dirinya, perlahan tapi pasti dia meniti karir dari seorang salesman mobil sampai akhirnya dia bisa meraih kesuksesan seperti apa yang pernah diraihnya di kehidupan sebelumnya.

Masih ingat kalimat bijak Mario Teguh mengenai hal ini? "Berpikir, bertindak dan berprilakulah seperti yang Anda impikan, jika Anda memimpikan jadi Orang Besar, maka berpikir, bertindak dan berprilakulah seperti Anda Orang Besar yang sementara ini masih kecil".

Jadi, dengan kemauan keras untuk belajar yang luar biasa, berpikir jauh ke depan mengenai visi yang akan kita raih dan memantaskan diri untuk menjadi apa yang kita upayakan maka tidak mungkin kita tidak meraih apa yang kita cita-citakan.

Nah kalau begitu, bagaimana jika kita balik?

Tiba-tiba kita terbangun di kamar dengan kondisi kita sekarang ini dan mendapati diri kita adalah Bill Gates atau Donald Trump. Kira-kira apakah kita bisa dengan mudah meraih kesuksesan seperti mereka ya? Sepertinya mustahil kalau kualitas yang kita bangun tidak seperti mereka meskipun secara fisik kita sudah seperti mereka. Orang malah menduga kita operasi plastik supaya menyerupai mereka.

So, keberhasilan seseorang bukan terjadi dari keadaan orang tsb yang memang sudah di lingkungan yang berhasil, namun karena kualitasnya pantas "emas" maka darimanapun ia memulai, hasilnya akan sama berhasilnya.


Saturday, July 5, 2008

Saling Bergantung





Dear Fellow,



Saat kita jalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau mal, kadang sering kita mendengar ada anak terlepas dari penjagaan kedua orangtuanya.

Saat saya mendengar announcement dari petugas informasi mal, dalam hati saya berkata "Kok bisa sampai-sampainya tidak tahu ya anaknya kemana ?".
Apakah saking sibuknya belanja atau melihat-lihat barang sehingga tidak memperhatikan anaknya yang berlari-larian kesana kemari?

Ternyata, tidak selalu seperti itu latar belakang kejadiannya.

Tidak sengaja saya mendengarkan ungkapan orangtua yang dengan gembiranya bercampur rasa menyesal menemui sang anak yang hilang tsb.

Ternyata,
Kedua orangtua tsb seringkali tidak bersama saat melihat-lihat barang,
Si Ibu sibuk dengan catatan belanjaannya dan mengira Anaknya bersama Sang Ayah.
Si Ayah sambil melihat-lihat gadget, mengira juga Anaknya bersama Si Ibu.
Padahal Sang Anak masih tertinggal di tempatnya melihat mainan.
So, sedekat apapun hubungan kita...
Jangan pernah menggantungkan sesuatu yang paling berharga dalam hidup kita.

“If you learn to appreciate more of what you already have, you will find yourself having more to appreciate.”




Sunday, June 29, 2008

Perbuatan baik adalah seberapa besar nilai kebaikan yang dirasakan si penerimanya, bukan sebaliknya.


Sobat, ijinkan saya sharing kebaikan yang nyata terjadi ya,

Seorang sahabat dekat yang terkenal sangat logis, tegas dan profesional bercerita kepada saya mengenai kejadian yang baru saja dialaminya, dia menemukan dompet di parkiran, sesaat setelah selesai makan bakso.

Dengan bersemangatnya sahabat saya ini bercerita “Dompet ini harus kembali kepada pemiliknya langsung”.

Kemudian sahabat saya ini mengecek identitas yang ada di dompet tsb, dompet itu milik seorang sopir perusahaan, isi dompet tsb berisi uang yang cukup lumayan dan surat-surat penting si sopir tsb.
Ternyata di dompetnya tidak ada nomor telponnya, alamat identitasnya pun luar kota yang mungkin juga dia sudah tidak tinggal disitu. “Terus kamu sudah check kartu ATM-nya, mungkin bisa dilacak dari bank untuk dapat nomor telponnya” ujar saya.
Singkat cerita, sahabat saya ini sudah empat hari melacak ke Bank dan menelpon nomor telpon yang ada di dompet tsb.

Akhirnya, di hari ke empat tsb, ada seseorang yang menghubunginya yang mengaku bahwa dia yang kehilangan dompet tsb. Sontak sahabat saya ini gembira bercampur curiga menanyakan semua isi dan jumlah uang yang ada di dompet tsb, agar tidak salah orang. Ternyata benar, dialah yang kehilangan dompet tsb.
Dan si pemilik dompet ternyata dihubungi oleh Bosnya yang ditinggali nomor telpon sahabat saya itu.

Iseng-iseng saya bertanya pada sahabat saya ini "Trus kamu ngomong apa setelah tahu bahwa itu dompetnya?" jawabnya "Saya tetap berprinsip bahwa apa yang dia miliki itu memang haknya, seharusnyalah dompet itu kembali kepadanya".

"O, begitu ya...".

Beberapa hari kemudian sahabat saya ini bercerita bahwa isi dompet si sopir itu sangatlah penting dan uang itu adalah uang setoran, dan dia sudah ngutang untuk mengembalikannya dan ngutang lagi untuk mengurus surat-suratnya yang dia pikir tidak bakal ditemukannya lagi.

Saya bertanya lagi kepada sahabat "Trus apa yang kamu katakan setelah dia bercerita seperti itu?"

"Mulut saya terkunci, pikiran logis yang biasa saya ucapkan terasa berat terucap, hati yang tadinya sekeras pikiran saya...berubah menjadi mata yang berkaca-kaca.
Kebaikan yang semata-mata saya lakukan bukanlah ’’hanya’’ kebaikan yang saya pikir hal biasa",

"Kebaikan itu ternyata bukan nilai dari perasaan kita yang melakukannya, melainkan nilai dari perasaan orang yang menerima kebaikan tersebut’’.

Thursday, June 19, 2008

Gelombang pasang inflasi dunia telah datang


Sahabat yang baik,



Banyak hal belakangan ini yang membuat kita larut dalam arus pikiran negatif tentang kenaikan harga bahan bakar sehingga menyebabkan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari,
tentang sulitnya menghadapi kehidupan ini kedepannya.

Namun, gelombang pasang kenaikan harga dunia seakan tidak peduli,
kenaikan tsb sudah terjadi,
bahkan efeknya belum berhenti dan masih terus menembus batas psikologis di negara manapun ada berada.

Ibarat banjir di seluruh penjuru dunia,
Pertanyaannya, sudah cukup tinggikah lantai rumah Anda?

Jika sudah tinggi pun, akan percuma... jika Anda berada di lingkungan yang juga banjir, karena Anda juga tidak akan bisa kemana-mana.

Jika rumah Anda masih 'kebanjiran', atau lingkungan Anda masih banjir, mengeluh atau menyalahkan siapapun/apapun tidak akan pernah membuat Anda terbebas dari masalah.

So, untuk sahabat yang sudah terlanjur 'kebanjiran',

Sudut pandang Anda menentukan kualitas dari yang Anda lihat.
Kita semua punya masalah, tetapi mengkhawatirkannya saja dan tidak bertindak-hanya akan memperbesar masalah.
Hentikanlah kebiasaan yang hanya mengkhawatirkan masalah.
Sibukkanlah diri Anda dari dengan kegiatan yang akan mengeluarkan Anda dari masalah.
Pastikan 'banjir' tidak akan menenggelamkan kehidupan Anda, karena Anda sedang mengupayakan hidup Anda di lereng gunung.

Untuk sahabat yang masih aman dari 'kebanjiran',
Pasti Anda akan berusaha sekali terhindar dari banjir jika Anda benar-benar takut sekali kebanjiran.

Tentunya dengan bekerja keras dan berani melakukan hal-hal yang sulit-untuk memudahkan hidup Anda.

Jadi, bergerak terus maju dalam hidup ini walaupun tidak cepat akan mengalahkan orang yang bergerak cepat namun lama beristirahat, apalagi orang yang tidak bergerak cepat namun lama beristirahat.

So, pastikan setiap waktu yang Anda isi adalah gerakan MAJU,
Dengan tidak mengulangi kesalahan yang sama dan selalu berpikir untuk melakukan hal yang baru dan segar walau dalam aktivitas sehari-hari yang sama.


Be positive in whatever situation you could be,



Irgie

Wednesday, June 4, 2008

Mayonnaise Jar and 2 Cups Of Coffee




When things in your life seem almost too much to handle,
when 24 Hours in a day is not enough, remember the mayonnaise jar and 2 cups of coffee.

A professor stood before his philosophy class and had some items in front of him.

When the class began, wordlessly, he picked up a very large and empty mayonnaise jar and proceeded to fill it with golf balls.

He then asked the students if the jar was full. They agreed that it was.

The professor then picked up a box of pebbles and poured them into the jar.

He shook the jar lightly. The pebbles rolled into the open areas between the golf balls.

He then asked the students again if the jar was full... They agreed it was.

The professor next picked up a box of sand and poured it into the jar.

Of course, the sand filled up everything else. He asked once more if the jar was full.

The students responded with an unanimous 'yes.'

The professor then produced two cups of coffee from under the table and poured the entire contents into the jar, effectively filling the empty space between the sand.

The students laughed.

'Now,' said the professor, as the laughter subsided, 'I want you to recognize that this jar represents your life.'

The golf balls are the important things - God, family, children, health, friends, and Favorite passions--things that if everything else was lost and only they remained, your life would still be full.

The pebbles are the other things that matter like your job, house, and car.

The sand is everything else -- the small stuff.

'If you put the sand into the jar first,' he continued, 'there is no room for the pebbles or the golf balls.'

The same goes for life.

If you spend all your time and energy on the small stuff, you will never have room for the things that are important to you.

So... Pay attention to the things that are critical to your happiness.

Play With your children.

Take time to get medical checkups.

Take your partner out to dinner.

There will always be time to clean the house and fix the disposal.

'Take care of the golf balls first -- the things that really matter.

Set your priorities... The rest is just sand.

One of the students raised her hand and inquired what the coffee represented.

The professor smiled. 'I'm glad you asked'.

'It just goes to show you that no matter how full your life may seem, there's always room for a couple of cups of coffee with a friend.'


Irgie

Thursday, May 29, 2008

Hold My Hand

Hold My Hand
Hold My Hand Here is a short story with a beautiful message...
Little girl and her father were crossing a bridge.
The father was kind of scared so he asked his little daughter,
'Sweetheart, please hold my hand so that you don't fall into the river.'
The little girl said, 'No, Dad. You hold my hand.'
'What's the difference?' Asked the puzzled father.
'There's a big difference,' replied the little girl.
'If I hold your hand and something happens to me,
chances are that I may let your hand go.
But if you hold my hand,
I know for sure that no matter what happens,
you will never let my hand go.'
In any relationship, the essence of trust is not in its bind, but in its bond.
So hold the hand of the person who loves you rather than expecting them to hold yours...
This message is too short......but carries a lot of Feelings.

Sunday, May 25, 2008

Are you a fighter [for something] or just under pressure for nothing ?

Salam hangat para sahabat yang saya hormati,
Semoga selalu berpikir positif dalam setiap menghadapi masalah,


Ijinkan saya sharing mengenai keadaan atau kondisi kita di suatu pekerjaan yang menghabiskan mayoritas waktu hidup kita dan ketika kita tidak menyadari bahwa waktu terus berjalan memakan usia kita, tanpa kita sadar kita menuju kemana.

Terkadang kita dihadapkan pada kondisi dimana kita tidak sempat berpikir out of the box dan terjebak dengan rutinitas yang sebetulnya kita:

- Tidak menyukai atau tidak sehati dengan apa yang kita kerjakan
- Yang berakibat kita tidak mampu mengendalikannya bahkan under pressure
- Namun kita seolah-olah berusaha tegar dan menganggap itu suatu under pressure yang wajar yang harus dilawan
- Padahal, orang tsb tidak kemana-mana, tidak berkontribusi terhadap bisnis yang dijalaninya dan menghabiskan waktunya untuk rutinitas yang tidak berujung
- Malahan seringkali menganggap bahwa pendapatannya yang telah pasti dan telah sepadan dengan pengorbanannya yang mengorbankan waktu untuk keluarga dan waktu istirahat untuk dirinya sendiri karena dianggapnya itu sebuah rutinitas yang bermanfaat

Padahal, bila Anda pikirkan dengan cermat, bila tidak ada yang pasti-maka sebetulnya semuanya jadi mungkin. Akan ada saja orang yang tidak bertindak, karena dia lebih senang dengan kesan akan adanya kepastian dari tidak adanya tindakan. [MT: Dangers From The Dark]

Sebaliknya, bilamana kita:
- Menyukai dan sehati dengan bisnis yang kita kerjakan
- Akibatnya kita sangat optimal dalam melakukannya
- Under pressure berubah menjadi energi positif untuk mencapai target-target perkerjaan kita

Tujuannya akan sangat jelas meskipun kita awalnya belum punya apa-apa dan bukan siapa-siapa

Namun seringkali orang menghindari awal ketidakpastian yang belum punya apa-apa tsb namun jalannya sangat jelas,

Dan lebih memilih kepastian pendapatan yang ia dapatkan setiap bulannya namun tidak membawanya kemana-mana, padahal waktu sedang memakan usianya


So, are you a fighter [for something] or just under pressure for nothing ?



Irgie

Saturday, May 17, 2008

Be frank with your heart: Good or bad, Anda adalah produk dari masa lalu Anda


Semoga rekan-rekan selalu dalam keadaan yang membahagiakan,



Dalam kesempatan menyapa rekan-rekan, ijinkan saya menyapa tulisan Pak Andi Frans di posting MTSCnya kalimat Bapak yang terakhir "Semoga semuanya dapat melihat dari sisi yang saya lihat.."

Pak Andi yang baik terkadang kita tidak bisa menseragamkan orang lain untuk melihat sisi baik yang sama persis dengan apa yang pernah kita alami.
Kebaikan itu adalah memang kebaikan yang sangat tergantung dari sisi atau sudut mana kita memandang dan dari awal kehidupan yang mana kita memulainya, yang masing-masing pribadi manusia mempunyai rekaman kebaikan di kehidupannya masing-masing, walaupun itu kebaikan dari jalan hidup anak kita sendiri.

Sebetulnya hal tsb tidak perlu dibandingkan dan terlalu dipikirkan, toh juga muaranya sama yaitu kebaikan.


Namun,

Jangan batasi kebaikan yang bisa Anda lakukan, karena itu akan membatasi kebesaran yang bisa Anda capai. [MT BAS:Becoming Your Possibilities]


Karena,

Kita akan menjadi dari apa yang kita lakukan.

Seorang yang menjual, menjadi penjual. Seorang yang melukis, menjadi pelukis. Dan, seorang yang mengupayakan agar orang lain mencapai kualitas hidup yang lebih baik, akan... menjadi pemimpin.

Demikian pandangan hidup yang dapat saya sampaikan, yang walaupun ada yang tidak tertulis di tulisan-tulisan Pak Mario namun terkadang saya ambil dan saya sarikan dari inti-inti lisan di talkshow Beliau yang pernah disampaikan.


Follow your heart and be strong in kindness,



Salam hangat,


Irgie

Saturday, May 10, 2008

Kerja keras itu sudah [kerja] smart


Dearest sahabat yang baik,
Semoga selalu dalam tuntunan-Nya.


Ijinkan saya sharing sebagian dari topik mengenai "kerja keras menggapai impian" yang telah Pak Mario nasehatkan pagi tadi, persis seperti yang pernah saya alami.

Saya dan sebagian dari kita mungkin berpikiran bahwa kerja keras itu berbeda dengan kerja smart, seperti yang pernah saya pikirkan dulu "kenapa kita harus bekerja keras jika kerja smart saja bisa".

Seiring waktu berjalan, saya mulai berpikir bahwa prinsip tsb sepertinya kok ada yang keliru ya...? Bukankah kerja smart itu bagian dari kerja keras...?

Pagi tadi Pak Mario menyinggung kebimbangan saya tsb dan sekalian memberikan jawaban bahwa:

Kerja keras itu sudah SMART, tinggal cara-cara keefektifan dalam kita bekerja yang harus diperbaiki.


Pertanyaannya,

Apakah kita sudah benar-benar bekerja keras berkali-kali lipat untuk mencapai impian yang kita inginkan tsb seperti orang-orang yang telah berhasil dibidang yang kita geluti tsb ?

Kebanyakan jawaban dari kita TIDAK, karena kita hanya INGIN meniru orang berhasil sedangkan orang yang telah berhasil tsb telah berupaya sangat keras untuk mencapai keberhasilannya.


Kalau begitu,

Apakah kita sudah mempunyai KEKUATAN untuk melakukan yang telah kita ketahui untuk melakukannya, karena seringkali kita telah mengetahui apa yang kita ketahui tetapi TETAP TIDAK MELAKUKANNYA. ..

Mungkin karena mendengarkan pendapat buruk orang sekitar kita...?



"Ibarat seorang atlet olahraga. Untuk menjadi seorang juara dunia, SMART saja tidak cukup (karena semua atlet dunia juga smart) tanpa KERJA KERAS berlatih berkali lipat dibanding atlet dunia yang lain".


Semoga menjadi renungan dari masing-masing kita yang masih HANYA INGIN, belum benar-benar BEKERJA KERAS dalam mencapai impian kita.


Salam damai,



Irgie

Friday, May 9, 2008

Hidup ini tidak akan pernah cukup untuk mempelajari segala kemungkinan yang akan terjadi


Dearest para sahabat,
Salam kenal buat para sahabat yang baru bergabung,
Semoga Tuhan selalu memberkati dan memudahkan rencana-rencana baik para sahabat sekalian,


Dalam kesempatan yang berbahagia ini, setelah liburan panjang yang saya jalani, ijinkan saya menyapa kembali lewat pointer-pointer Pak Mario yang tentunya dapat menjadikan bahan refleksi dari pola pikir kita selama ini,

Ada waktu untuk merasa khawatir, dan ada waktu untuk bekerja keras tanpa rasa khawatir.

"Saya tidak akan mengurangi kesempatan saya untuk bekerja dan menghasilkan yang baik, dengan mengkhawatirkan hal-hal yang belum bisa saya selesaikan melalui yang saya kerjakan sekarang".

"Saya akan khawatir nanti, bila waktu untuk khawatir telah tiba".

"Itu sebabnya saya damai".

[I'm Easy Like Sunday Morning by Mario Teguh]


Seringkali kita merasa khawatir mengenai hal-hal yang sebetulnya belum waktunya untuk kita khawatirkan,

Seringkali kita terlalu ingin mengetahui hal-hal disekitar kita dengan menganalisa dengan sangat akurat sekali detail-detail dan dampak yang akan terjadi yang berhubungan dengan apa yang akan kita jalani atau yang akan kita lakukan,

Sehingga kerap kali kita tidak menyadari bahwa dengan mengetahui hal-hal yang belum waktunya tsb mengakibatkan banyaknya dinding-dinding yang menghalangi kita untuk bekerja keras dan bersiap menyambut datangnya kesempatan.


Karena,

"Tugas saya bukan untuk memastikan keberhasilan. Tugas saya hanyalah memastikan bahwa saya mencoba. Karena kesempatan untuk menang - ada di dalam upaya".


Kalau begitu,

Yakinlah dan tegaslah dalam memutuskan, karena kita tidak akan pernah ahli dan selalu benar dalam segala hal.
Kita hanya perlu berhasil dalam satu bidang yang kita cintai dimana kita terlihat menonjol dalam bidang tersebut.



So, don't make it complicated just work through it...





Salam damai,





Irgie