Friday, July 25, 2008

Hati Seluas Samudera


Dahulu kala, hiduplah seorang guru yang terkenal bijaksana.

Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda dengan langkah lunglai dan rambut masai. Pemuda itu sepertinya tengah dirundung masalah. Tanpa membuang waktu, dia mengungkapkan keresahannya: impiannya gagal, karier, cinta, dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia. Sang Guru mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air.

Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok." Coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" pinta Sang Guru."Asin dan pahit, pahit sekali," jawab pemuda itu, sembari meludah ke tanah.

Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya berjalan ke tepi telaga di hutan dekat kediamannya. Kedua orang itu berjalan beriringan dalam kediaman. Sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Sang Guru lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sebilah kayu, diaduknya air telaga, membuat gelombang dan riak kecil. Setelah air telaga tenang, ia pun berkata, "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah". Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Sang Guru bertanya, "Bagaimana rasanya?" "Segar," sahut pemuda itu. "Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?" tanya Sang Guru."Tidak," jawab si anak muda.

Sang Guru menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk bersimpuh di tepi telaga. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tetapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita pakai. Kepahitan itu, selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita.

Jadi, saat kamu merasakan kepahitan atau kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan: Lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.

Luaskan cara pandang terhadap kehidupan. Kamu akan banyak belajar dari keluasan itu. Hatimu anakku, adalah wadah itu. Batinmu adalah tempat kamu menampung segalanya.

Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah hatimu seluas telaga yang mampu meredam setiap kepahitan.

"Hati seluas samudera!"

Wednesday, July 23, 2008

Family Man



Saya ingin bercerita sedikit tentang film lama yaitu "Family Man" yang dibintangi oleh Nicholas Cage.

Di film tsb diceritakan bahwa seorang CEO dari perusahaan international yang telah go public yang diperankan Nicholas Cage tiba-tiba terbangun di pagi hari di tengah-tengah keluarga biasa dan dia sebagai kepala keluarga dari keluarga tsb. Betapa terkejutnya dia saat mengetahui bahwa hidupnya berubah total dari seorang CEO yang sangat sibuk dan sangat penting peranannya dalam perusahaan menjadi hanya seorang salesman yang tidak begitu dikenal.

Namun, dengan kemauan dan kemampuan yang memang sebetulnya "emas" yang berada pada dirinya, perlahan tapi pasti dia meniti karir dari seorang salesman mobil sampai akhirnya dia bisa meraih kesuksesan seperti apa yang pernah diraihnya di kehidupan sebelumnya.

Masih ingat kalimat bijak Mario Teguh mengenai hal ini? "Berpikir, bertindak dan berprilakulah seperti yang Anda impikan, jika Anda memimpikan jadi Orang Besar, maka berpikir, bertindak dan berprilakulah seperti Anda Orang Besar yang sementara ini masih kecil".

Jadi, dengan kemauan keras untuk belajar yang luar biasa, berpikir jauh ke depan mengenai visi yang akan kita raih dan memantaskan diri untuk menjadi apa yang kita upayakan maka tidak mungkin kita tidak meraih apa yang kita cita-citakan.

Nah kalau begitu, bagaimana jika kita balik?

Tiba-tiba kita terbangun di kamar dengan kondisi kita sekarang ini dan mendapati diri kita adalah Bill Gates atau Donald Trump. Kira-kira apakah kita bisa dengan mudah meraih kesuksesan seperti mereka ya? Sepertinya mustahil kalau kualitas yang kita bangun tidak seperti mereka meskipun secara fisik kita sudah seperti mereka. Orang malah menduga kita operasi plastik supaya menyerupai mereka.

So, keberhasilan seseorang bukan terjadi dari keadaan orang tsb yang memang sudah di lingkungan yang berhasil, namun karena kualitasnya pantas "emas" maka darimanapun ia memulai, hasilnya akan sama berhasilnya.


Saturday, July 5, 2008

Saling Bergantung





Dear Fellow,



Saat kita jalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau mal, kadang sering kita mendengar ada anak terlepas dari penjagaan kedua orangtuanya.

Saat saya mendengar announcement dari petugas informasi mal, dalam hati saya berkata "Kok bisa sampai-sampainya tidak tahu ya anaknya kemana ?".
Apakah saking sibuknya belanja atau melihat-lihat barang sehingga tidak memperhatikan anaknya yang berlari-larian kesana kemari?

Ternyata, tidak selalu seperti itu latar belakang kejadiannya.

Tidak sengaja saya mendengarkan ungkapan orangtua yang dengan gembiranya bercampur rasa menyesal menemui sang anak yang hilang tsb.

Ternyata,
Kedua orangtua tsb seringkali tidak bersama saat melihat-lihat barang,
Si Ibu sibuk dengan catatan belanjaannya dan mengira Anaknya bersama Sang Ayah.
Si Ayah sambil melihat-lihat gadget, mengira juga Anaknya bersama Si Ibu.
Padahal Sang Anak masih tertinggal di tempatnya melihat mainan.
So, sedekat apapun hubungan kita...
Jangan pernah menggantungkan sesuatu yang paling berharga dalam hidup kita.

“If you learn to appreciate more of what you already have, you will find yourself having more to appreciate.”